Minggu, 20 Desember 2009

BAB 7 Tumbukan

JENIS – JENIS TUMBUKAN
Berdasarkan kelentingannya, ada 3 jenis tumbukan:
a) Tumbukan Lenting Sempurna Dua benda dikatakan melakukan Tumbukan lenting sempurna jika Momentum dan Energi Kinetik kedua benda sebelum tumbukan = momentum dan energi kinetik setelah tumbukan. Dengan kata lain, pada tumbukan lenting sempurna berlaku Hukum Kekekalan Momentum dan Hukum Kekekalan Energi Kinetik. Secara matematis, Hukum Kekekalan Momentum dirumuskan sebagai berikut: Keterangan : m1 = massa benda 1, m2 = massa benda 2 v1 = kecepatan benda sebelum tumbukan dan v2 = kecepatan benda 2 Sebelum tumbukan v’1 = kecepatan benda Setelah tumbukan, v’2 = kecepatan benda 2 setelah tumbukan Jika dinyatakan dalam momentum, m1v1 = momentum benda 1 sebelum tumbukan, m1v’1 = momentum benda 1 setelah tumbukan m2v2 = momentum benda 2 sebelum tumbukan, m2v’2 = momentum benda 2 setelah tumbukan Pada Tumbukan Lenting Sempurna berlaku juga Hukum Kekekalan Energi Kinetik. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : Kita telah menurunkan 2 persamaan untuk Tumbukan Lenting Sempurna, yakni persamaan Hukum Kekekalan Momentum dan Persamaan Hukum Kekekalan Energi Kinetik. Sekarang kita tulis kembali persamaan Hukum Kekekalan Momentum : Kita tulis kembali persamaan Hukum Kekekalan Energi Kinetik : Kita tulis kembali persamaan ini menjadi : Ini merupakan salah satu persamaan penting dalam Tumbukan Lenting sempurna, selain persamaan Kekekalan Momentum dan persamaan Kekekalan Energi Kinetik. Persamaan 3 menyatakan bahwa pada Tumbukan Lenting Sempurna, laju kedua benda sebelum dan setelah tumbukan sama besar tetapi berlawanan arah, berapapun massa benda tersebut. Kita tulis lagi persamaan 3 : Perbandingan negatif antara selisih kecepatan benda setelah tumbukan dengan selisih kecepatan benda sebelum tumbukan disebut sebagai koofisien elatisitas alias faktor kepegasan (dalam buku Karangan Bapak Marthen Kanginan disebut koofisien restitusi). Untuk Tumbukan Lenting Sempurna, besar koofisien elastisitas = 1. ini menunjukkan bahwa total kecepatan benda setelah tumbukan = total kecepatan benda sebelum tumbukan. Lambang koofisien elastisitas adalah e. Secara umum, nilai koofisien elastisitas dinyatakan dengan persamaan : e = koofisien elastisitas = koofisien restitusi, faktor kepegasan, angka kekenyalan, faktor keelastisitasan. b) Tumbukan Lenting Sebagian Pada tumbukan lenting sebagian, Hukum Kekekalan Energi Kinetik tidak berlaku karena ada perubahan energi kinetik terjadi ketika pada saat tumbukan. Perubahan energi kinetik bisa berarti terjadi pengurangan Energi Kinetik atau penambahan energi kinetik. Pengurangan energi kinetik terjadi ketika sebagian energi kinetik awal diubah menjadi energi lain, seperti energi panas, energi bunyi dan energi potensial. Hal ini yang membuat total energi kinetik akhir lebih kecil dari total energi kinetik awal. Kebanyakan tumbukan yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam jenis ini, di mana total energi kinetik akhir lebih kecil dari total energi kinetik awal. Energi kinetik akhir total juga bisa bertambah setelah terjadi tumbukan. Suatu tumbukan lenting sebagian biasanya memiliki koofisien elastisitas (e) berkisar antara 0 sampai 1. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Bagaimana dengan Hukum Kekekalan Momentum ? Hukum Kekekalan Momentum tetap berlaku pada peristiwa tumbukan lenting sebagian, dengan anggapan bahwa tidak ada gaya luar yang bekerja pada benda-benda yang bertumbukan. c) Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali Suatu tumbukan dikatakan Tumbukan Tidak Lenting sama sekali apabila dua benda yang bertumbukan bersatu alias saling menempel setelah tumbukan. Ini berarti setelah tumbukan kedua benda memiliki kecepatan yang sama. Oleh karena kedua benda menyatu, maka kecepatan kedua benda setelah tumbukan adalah sebagai sama. v1’ = v2’ = v’ Pada setiap tumbukan berlaku hukum kekekalan momentum, termasuk pada jenis tumbukan tak lenting sama sekali, yaitu: = m1v1 + m2v2 = m1v1’ + m2v2’ m1v1 + m2v2 = (m1 + m2) v’ Persamaan terakhir inilah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tumbukan tak lenting sama sekali.

BAB 6 MOMENTUM dan IMPULS

1. MOMENTUM Momentum merupakan hasil perkalian antara massa dengan kecepatan suatu benda. p = mv Keterangan: p = momentum benda (kg m/s) m = massa benda (kg) v = kecepatan benda (m/s) Momentum termasuk besaran vektor. Ini berarti selain memiliki besar, momentum juga memiliki arah. Dalam hal ini, arah momentum suatu benda sama dengan arah kecepatannya. Oleh karena momentum merupakan besaran vektor, maka penjumlahan momentum juga harus menggunakan operasi vektor.
2. IMPULS Impuls merupakan hasil perkalian gaya dengan selang waktu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa impuls sama dengan perubahan momentum. I = F t = mv2 – mv1 = p Keterangan: I = impuls yang bekerja pada benda (Ns) F = gaya yang bekerja pada benda (N) t = selang waktu bekerjanya gaya (s) m = massa benda (kg) v1 = kecepatan benda sebelum diberi impuls (m/s) v2 = kecepatan benda setelah diberi impuls (m/s) p = perubahan momentum benda (kg m/s)
3. HUKUM KEKEKALAN MOMENTUM Berapa pun massa dan kecepatan benda, ternyata total momentum sistem benda setelah tumbukan selalu sama dengan total momentum sistem benda sebelum tumbukan. = atau m1v1 + m2v2 = m1v1’ + m2v2’ Keterangan: = total momentum sistem sebelum tumbukan (kg m/s) = total momentum sistem setelah tumbukan (kg m/s) m1 = massa benda 1 (kg) m2 = massa benda 2 (kg) v1 = kecepatan benda 1 sebelum tumbukan (m/s) v2 = kecepatan benda 2 sebelum tumbukan (m/s) v1’ = kecepatan benda setelah momentum (m/s) v2’ = kecepatan benda setelah momentum (m/s) Persamaan ini menunjukkan adanya hukum kekekalan momentum. Hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa pada sebuah tumbukan, total momentum sistem sebelum tumbukan akan sama dengan total momentum sistem setelah tumbukan. Hal yang harus diperhatikan disini adalah bahwa hukum kekekalan momentum hanya berlaku bila sistem tidak mendapat gangguan dari luar.

BAB 5 Usaha dan Energi

Dalam fisika, seseorang dikatakan melakukan usaha (kerja) jika ia memberi gaya F pada sebuah benda sehingga benda tersebut berpindah posisi sejauh s. Pada saat itu benda dikatakan mendapat usaha.
W = F x s
= (F cos ) s
W = F s cos
Keterangan:
W = usaha yang dilakukan (J)
s = perpindahan benda (m)
F = gaya yang bekerja (N)
= sudut antara gaya dengan perpindahan
1. Energi Potensial
Energi dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan melakukan usaha. Benda-benda dapat memiliki `kemampuan melakukan usaha` setelah pada benda diberikan usaha. Benda –benda ini disebut memiliki energi potensial, yaitu energi yang dimiliki benda karena kedudukan atau posisinya. Energi potensial yang akan diterangkan di sini adalah energi potensial gravitasi. Ketika sebuah benda bermassa m jatuh ke bawah, berarti padanya ada gaya sebesar mg sehingga benda berpindah sejauh h, maka usaha yang dilakukan gaya pada benda adalah :
W = F s
W = (mg) h
Dengan demikian pada ketinggian h, benda mempunyai kemampuan melakukan usaha sebesar `mgh`, atau dikatakan benda tersebut mempunyai energi potensial gravitasi sebesar :
Ep = m g h
Percepatan gravitasi (medan gravitasi) di tempat yang dekat permukaan bumi dianggap sama, g = 10 m/s2. Untuk daerah dimana percepatan gravitasi sudah berubah dengan harga cukup besar, maka benda bermassa m yang berada pada jarak r dari pusat bumi mempunyai energi potensial gravitasi :
Ep = - G
2. Energi Kinetik
Energi kinetik adalah energi yang dimiliki benda yang sedang bergerak. Benda yang bermassa m dan sedang bergerak dengan kecepatan v, memiliki energi kinetik Ek sebesar :
EK = m v2

3. Energi Kinetik dan Usaha
Jika kita melakukan usaha pada suatu benda, maka artinya kita memberikan energi pada benda tersebut. Dengan demikian energi pada benda tersebut akan bertambah.
W = F s
W = (m a) s
Ingat: v22 = v12 + 2as → as = v22 - v12
W = m ( v22 - v12 )
W = m v22 -m v12
W = Ek2 – Ek1
Usaha yang diterima benda = perubahan energi kinetiknya.
W = ∆ Ek

4. Energi Mekanik
Total usaha yang bekerja pada sebuah benda dapat berupa usaha oleh gaya konservatifWk dan usaha oleh gaya nonkonservatifWnk.
Wtot = Wk +Wnk = ∆Ek
atau
−∆U +Wnk = ∆Ek (18)
Besaran energi potensial ditambah energi kinetik disebut sebagai energi mekanik
Em = U + Ek, sehingga kita dapatkan ∆Em = ∆(U + Ek) = Wnk
Perubahan energi mekanik pada suatu benda sama dengan usaha yang dilakukan oleh gaya nonkonservatif pada benda tersebut. Untuk kasus di mana hanya ada gaya konservatif yang bekerja pada suatu benda, maka perubahan energi mekanik benda sama dengan nol, dan energi mekaniknya tetap.



5. Hukum Kekekalan Energi Mekanik
Jumlah energi potensial dengan energi kinetik disebut dengan energi mekanik.
Ep1 + Ek1 = Ep2 + Ek2
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa selama benda bergerak, energi mekanik (Em) yang dimiliki benda tidak berubah (tetap).
Em = Ep + Ek
Inilah yang disebut dengan hukum kekekalan energi mekanik. Hukum kekekalan energi mekanik ini berlaku umum selama tidak ada gaya luar yang bekerja pada benda.
Em = konstan

BAB 4 Gerak Harmonik Sederhana

1. PENGERTIAN
Gerak Harmonik Sederhana (GHS) adalah gerak periodik dengan lintasan yang ditempuh selalu sama (tetap). Gerak Harmonik Sederhana mempunyai persamaan gerak dalam bentuk sinusoidal dan digunakan untuk menganalisis suatu gerak periodik tertentu. Gerak periodik adalah gerak berulang atau berosilasi melalui titik setimbang dalam interval waktu tetap. Gerak Harmonik Sederhana dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
 Gerak Harmonik Sederhana (GHS) Linier, misalnya penghisap dalam silinder gas, gerak osilasi air raksa / air dalam pipa U, gerak horizontal / vertikal dari pegas, dan sebagainya.
 Gerak Harmonik Sederhana (GHS) Angular, misalnya gerak bandul/ bandul fisis, osilasi ayunan torsi, dan sebagainya.

Beberapa Contoh Gerak Harmonik:
 Gerak harmonik pada bandul: Sebuah bandul adalah massa (m) yang digantungkan pada salah satu ujung tali dengan panjang l dan membuat simpangan dengan sudut kecil. Gaya yang menyebabkan bandul ke posisi kesetimbangan dinamakan gaya pemulih yaitu dan panjang busur adalah Kesetimbangan gayanya. Bila amplitudo getaran tidak kecil namun tidak harmonik sederhana sehingga periode mengalami ketergantungan pada amplitudo dan dinyatakan dalam amplitudo sudut
 Gerak harmonik pada pegas: Sistem pegas adalah sebuah pegas dengan konstanta pegas (k) dan diberi massa pada ujungnya dan diberi simpangan sehingga membentuk gerak harmonik. Gaya yang berpengaruh pada sistem pegas adalah gaya Hooke.

 Gerak Harmonik Teredam
Secara umum gerak osilasi sebenarnya teredam. Energi mekanik terdisipasi (berkurang) karena adanya gaya gesek. Maka jika dibiarkan, osilasi akan berhenti, yang artinya GHS-nya teredam. Gaya gesekan biasanya dinyatakan sebagai arah berlawanan dan b adalah konstanta menyatakan besarnya redaman. dimana = amplitudo dan = frekuensi angular pada GHS teredam.

2. SIMPANGAN GETAR
Simpangan getaran didefinisikan sebagai jarak benda yang bergetar ke titik keseimbangan. Karena posisi benda yang bergetar selalu berubah, maka simpangan getaran juga akan berubah mengikuti posisi benda.
Y = A sin (m) atau y = A sin w.t atau y = A sin 2 ft
Keterangan:
Y = simpangan getar (m)
A = amplitudo (m)
= sudut getar ( )
= frekuensi (Hz)
3. KECEPATAN GETAR
Kecepatan getar = kecepatan cos (meter / detik)
Vy = v cos

4. PERCEPATAN GETAR
Percepatan getar = percepatan sin (ms-2)
ay = a sin

5. ENERGI POTENSIAL GETAR
Ep = ½ ky2

6. ENERGI KINETIK GETAR
Ek = ½ mv2

7. ENERGI MEKANIK GETAR
Em = Ek + Ep

BAB 3 Elastisitas

Elastis atau elastsisitas adalah kemampuan sebuah benda untuk kembali ke bentuk awalnya ketika gaya luar yang diberikan pada benda tersebut dihilangkan. Jika sebuah gaya diberikan pada sebuah benda yang elastis, maka bentuk benda tersebut berubah. Untuk pegas dan karet, yang dimaksudkan dengan perubahan bentuk adalah pertambahan panjang. Benda-benda elastis juga memiliki batas elastisitas. Ada 2 macam benda yaitu: benda elastis dan benda plastis (tak elastis).
1. HUKUM HOOKE
Pertambahan panjang yang timbul berbanding lurus dengan gaya tarik yang diberikan. Hal ini pertama kali diselidiki pada abad 17 oleh seorang arsitek berkebangsaan Inggris yang bernama Robert Hooke. Hooke menyelidiki hubungan antara gaya tarik yang diberikan pada sebuah pegas dengan pertambahan panjang pegas tersebut.
Hooke menemukan bahwa pertambahan panjang pegas yang timbul berbanding lurus dengan gaya yang diberikan.
F x
Lebih jauh lagi, Hooke juga menemukan bahwa pertambahan panjang pegas sangat bergantung pada karakteristik dari pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti karet gelang akan mengalami pertambahan panjang yang besar meskipun gaya yang diberikan kecil. Sebaliknya pegas yang sangat sulit teregang seperti pegas baja akan mengalami pertambahan panjang yang sedikit saja meskipun diberi gaya yang besar. Karakteristik yang dimiliki masing-masing pegas ini dinyatakan sebagai tetapan gaya dari pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti karet gelang memiliki tetapan gaya yang kecil. Sebaliknya pegas yang sulit teregang seperti pegas baja memiliki tetapan gaya yang besar. Secara umum apa yang ditemukan Hooke bisa dinyatakan sebagai berikut:
F = k. x
Keterangan:
F = gaya yang diberikan pada pegas (N)
k = tetapan gaya pegas (N/m)
x = pertambahan panjang pegas (m)
2. ENERGI POTENSIAL PEGAS
Besar energi potensial sebuah pegas dapat dihitung dari grafik hubungan gaya yang bekerja pada pegas dengan pertambahan panjang pegas tersebut.
Ep = ½ F . x
= ½ (k . x) . x


Keterangan:
Ep = energi potensial pegas (joule)
k = tetapan gaya pegas (N/m)
x = pertambahan panjang pegas (m)

3. Modulus ElastisitasYang dimaksud dengan Mosdulus Elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan. Modulus ini dapat disebut dengan sebutan Modulus Young.
  1. Tegangan (Stress)
    Tegangan adalah gaya per satuan luas penampang. Satuan tegangan adalah N/m2 Secara matematis dapat dituliskan:
    Tegangan
  2. Regangan (Strain)
    Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang suatu batang terhadap panjang awal mulanya bila batang itu diberi gaya. Secara matematis dapat dituliskan:
    Regangan

Dari kedua persamaan di atas dan pengertian modulus elastisitas, kita dapat mencari persamaan untuk menghitung besarnya modulus elastisitas, yang tidak lain adalah:

Modulus Elastisitas / YoungSatuan untuk modulus elastisitas adalah N/m2



4. RANGKAIAN PEGAS
Suatu rangakaian pegas pada dasarnya tersusun dari susunan seri dan / atau susunan paralel.
1) Susunan Seri
Saat pegas dirangkai seri, gaya tarik yang dialami tiap pegas sama besarnya dan gaya tarik ini = gaya tarik yang dialami pegas pengganti ( F1 = F2 = ....Fn). Pertambahan panjang pegas pengganti seri = total pertambahan panjang tiap – tiap pegas ( = x1 + x2 + ..... xn) maka nilai konstanta pengganti = total dari kebalikan tiap – tiap tetapan pegas ( 1/ks = 1/k1 + 1/k2 + ....1/kn ).
2) Susunan Paralel
Saat pegas dirangkai paralel, gaya tarik pada pegas pengganti F = total gaya tarik pada tiap pegas ( F = F1 + F2 + ....F ). Pertambahan panjang tiap pegas sama besarnya ( xtotal = x1 + x2 + ..... xn ) maka nilai konstanta pengganti = total dari tetapan tiap – tiap pegas (kp = k1 + k2 + .... kn).
5. Gerak Benda di Bawah Pengaruh Gaya PegasBila suatu benda yang digantungkan pada pegas ditarik sejauh x meter dan kemudian dilepas, maka benda akan bergetar. Percepatan getarnya itu dapat dihitung dengan persamaan:Percepatan Getar Dari persamaan di atas, kita mengetahui bahwa besarnya percepatan getar (a) sebanding dan berlawanan arah dengan simpangan (x)